Blogger news

Kamis, 03 Mei 2012

MANUSIA DAN KEADILAN

MANUSIA DAN KEADILAN

Dalam hidupdan kehidupan, setiap manusia dalam melakukan aktifitasnya pasti pernah menemukan perlakuan yang tidak adil atau bahkan sebaliknya, melakukan hal yang tidak adil. Dimana pada setiap diri manusia pasti terdapat dorongan atau keinginan untuk berbuat kebaikan “jujur”. Tetapi terkadang untuk melakukan kejujuran sangatlah tidak mudah dan selalui dibenturkan oleh permasalahan – permasalahan dan kendala yang dihadapinya yang kesemuanya disebabkan oleh berbagai sebab, seperti keadaan atau situasi, permasalahan teknis hingga bahkan sikap moral.
Menurut Aristoteles, keadilan dibedakan atas lima jenis.
1. KEADILAN DISTRIBUTIF
Keadilan distributif ialah keadilan yang berhubungan dengan jasa, kemakmuran, atau keberadaan menurut kerja, kemampuan, dan kondisi/keberadaan seseorang. Misalnya, si A mempunyai tinggi badan 190 cm dengan berat badan 95 kg. Si B memiliki tinggi badan 150 cm dengan berat badan 40 kg. Keadilan distributif berarti membagi sesuai dengan apa yang pantas dengan kondisi dan keadaan orang tersebut. Ukuran kain yang diperuntukkan guna menjahit setelan jas si A tentu tidak sama dengan si B. Kendati pun si A kita beri kain yang lebih lebar dan panjang dari si B, bukan berarti tindakan itu tidak adil. Contoh lain, Otniel yang bergelar Doktor (S-3) dan Anhar yang buta huruf tidaklah mungkin digaji sama ketika mereka bekerja pada satu intitusi yang sama. Dengan demikian, keadilan distributif boleh juga dikatakan sebagai keadilan proporsional. Ukuran keadilan di sini bukan terletak pada kesamaan gaji atau barang, tetapi sesuai proporsinya. Keadilan ini sering dihubungkan dengan pemimpin dan orang yang dipimpinnya.
2. KEADILAN KOMUTATIF
Keadilan komutatif ialah keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa seseorang. Keadilan ini boleh disebut keadilan hak asasi, suatu keadilan yang secara alami dimiliki manusia. Misalnya, semua orang berhak untuk hidup. Jikalau seseorang dengan atau tanpa sengaja merampas hak hidup seseorang atau membatasi hak hidup seseorang, ia telah melanggar hak orang lain dan bersalah menurut keadilan komutatif. Contoh lain, seseorang berhak untuk menyatakan pendapat. Jika seseorang melarangnya untuk berpendapat atau membatasi pendapat orang lain dengan mengintimidasi, berarti ia telah melanggar hak asasi orang lain. Satu contoh lagi, setiap orang berhak untuk memeluk agama yang diyakininya. Jika seseorang memperlakukan orang yang tidak seagama dengan dia secara semena-mena, atau (bahkan) secara paksa dan kekerasan meniadakan hak tersebut, ia telah bersalah dan bertindak tidak adil. Perusakan, penutupan, dan pembakaran gedung ibadah merupakan bentuk kasar dari citra diri seseorang yang tidak memiliki keadilan, apalagi kalau semua agama dalam negara itu mendapat hak yang sama. Keadilan ini sangat penting untuk dihormati dan dijalankan. Namun kenyataannya, keadilan ini semakin lama semakin tidak dihormati. Hak-hak asasi manusia umumnya menyangkut hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga, hak untuk beragama, hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk menyatakan pendapat, dan hak untuk tidak boleh dihukum sebelum ada petunjuk atau bukti yang sah. Dari keterangan ini dapat ditarik banyak sekali contoh yang lain yang dapat dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
3. KEADILAN KODRAT ALAM
Keadilan kodrat alam adalah keadilan yang bersumber pada hukum kodrat alam. Manusia yang hidup di tepi pantai umumnya mendapat mata pencaharian dari hasil laut dan pantai, juga hal-hal yang dapat bertumbuh kembang di sekitar pantai. Masyarakat yang hidup di gunung akan mendapat pencaharian di sawah, ladang, dan hasil-hasil gunung lainnya. Itu sudah menjadi kodrat alam. Papua memiliki kekayaan tambang bumi, namun di sisi lain pertanian di sana tidak terlalu baik. Sedangkan di Jawa, keadilan tampak dari masyarakatnya yang agraris, di mana sawah-sawah dan hasil kebun lainnya merupakan mata pencaharian andalan. Namun, tambang bumi seperti minyak bumi relatif kecil. Hal ini sudah menjadi keadilan alam.


Jika diimplementasikan lebih jauh, sudah seharusnya masyarakat Papua, misalnya, juga berhak mendapat porsi yang proporsional dari kekayaan alam Papua. Kekayaan alam Papua harus juga ditujukan bagi masyarakat Papua, bukan hanya diambil semuanya untuk orang luar Papua. Ini sudah kodrat alam. Keserakahan menyebabkan orang mengeruk kekayaan bumi dari pulau tertentu tanpa mempedulikan untung untuk penduduk asli yang tinggal di pulau itu.
4. KEADILAN KONVENSIONAL
Keadilan konvensional adalah keadilan yang mengikuti warga negara sebab keadilan ini didekritkan melalui suatu kekuasaan. Setiap warga negara berhak memperoleh haknya sebagai warga negara. Sebagai contoh adalah pesta rakyat yang disebut pemilu (pemilihan umum). Setiap warga negara berhak memilih dan dipilih. Setiap warga negara berhak secara bebas untuk berserikat dengan partai atau golongan yang cocok dan disukainya.

5. KEADILAN HUKUM
Menurut Prof. Notonegoro, keadilan yang disebutkan oleh Aristoteles perlu ditambah dengan keadilan legalitas atau keadilan hukum. Keadilan hukum boleh disebut keadilan undang-undang karena keadilan ini berpegang pada undang-undang atau aturan-aturan hukum yang berlaku. Seseorang yang melanggar aturan hukum atau undang-undang dikenai hukuman atau denda sesuai dengan aturan undang-undang atau hukum yang berlaku tersebut. Keadilan hukum ini memiliki tujuan untuk mengatur tatanan dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga seseorang harus mengakui dan memberlakukan manusia sesamanya sesuai dengan martabatnya tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, keturunan, jenis kelamin, maupun kedudukan sosial. Hal ini berarti seorang anggota masyarakat harus mengembangkan sikap saling mengasihi dan menghormati, tenggang rasa atau tepa selira dan tidak semena-mena terhadap anggota masyarakat yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan tujuan keadilan hukum adalah keadilan sosial.
Plato mendefinisikan keadilan sebagai "the supreme virtue of the good state" (kebajikan tertinggi dari negara yang baik). Sebuah negara dapat diukur tingkat kebaikannya dari sudut bagaimana negara tersebut menjalankan keadilan dan menata masyarakatnya sehingga berlaku adil. Orang yang adil dikatakannya sebagai orang yang memiliki disiplin pribadi, di mana segala perasaan hatinya dikendalikan oleh akal sehat ("the self disciplined man whose passions are controled by reason").
Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat dipisahkan dari keadilan dan kejujuran. Manusia memiliki keinginan untuk berbuat adil, bersikap jujur, dan berusaha untuk tidak berbuat kecurangan karena keadilan itu telah tertanam di hati nurani manusia. Akan tetapi, karena dosa, hal tersebut merupakan keinginan manusia yang sering diabaikan. Bahkan manusia tidak mampu berbuat adil dan jujur seratus persen. Yang ada adalah kecurangan, tipu muslihat, pembalasan dendam, dan sikap tidak peduli terhadap sesama asalkan ia berjalan sesuai dengan keinginannya sendiri atau memperoleh keuntungan. Dengan demikian, terdapat kesenjangan antara keinginan untuk berbuat baik dan adil dengan kenyataan dalam tindakan perbuatan dalam hidupnya. Meskipun demikian, kesenjangan yang terjadi dapat pula menimbulkan daya kreativitas manusia, yakni daya atau kemampuan untuk menciptakan hasil-hasil seni, misalnya sastra, musik, drama, film, filsafat, dan sebagainya. Dengan demikian, dalam kehidupan manusia banyak dijumpai karya seni yang melukiskan keadilan, kejujuran, kecurangan, pemulihan nama baik, dan pembalasan. Karya tersebut menjadi peringatan dan pelajaran bagi manusia sehingga manusia menjadi manusiawi. Namun demikian, belenggu dosa menyebabkan manusia tidak mampu melakukan seperti apa yang dilihatnya.
Dampak positif dari keadilan itu sendiri dapat membuahkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi. Karena ketika seseorang mendapat perlakuan yang tidak adil maka orang tersebut akan mencoba untuk bertanya atau melalukan perlawanan “protes” dengan caranya sendiri. Nah… cara itulah yang dapat menimbulkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi seperti demonstrasi, melukis, menulis dalam bentuk apabun hingga bahkan membalasnya dengan berdusta dan melakukan kecurangan.

Keadilan adalah pengakuan atas perbuatan yang seimbang, pengakuan secara kata dan sikap antara hak dan kewajiban. Setiap dari kita “manusia” memiliki itu “hak dan kewajiban”, dimana hak yang dituntut haruslah seimbang dengan kewajiban yang telah dilakukan sehingga terjalin harmonisasi dalam perwujudan keadilan itu sendiri.

Keadilan pada dasarnya merupakan sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap manusia dibumi ini dan tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan. Menurut Aristoteles, keadilan akan dapat terwujud jika hal – hal yang sama diperlakukan secara sama dan sebaliknya, hal – hal yang tidak semestinya diperlakukan tidak semestinya pula. Dimana keadilan memiliki cirri antara lain ; tidak memihak, seimbang dan melihat segalanya sesuai dengan proporsinya baik secara hak dan kewajiban dan sebanding dengan moralitas. Arti moralitas disini adalah sama antara perbuatan yang dilakukan dan ganjaran yang diterimanya. Dengan kata lain keadilan itu sendiri dapat bersifat hokum.
Keadilan itu sendiri memiliki sifat yang bersebrangan dengan dusta atau kecurangan. Dimana kecurangan sangat identik dengan perbuatan yang tidak baik dan tidak jujur. Atau dengan kata lain apa yang dikatakan tidak sama dengan apa yang dilakukan.
Kecurangan pada dasarnya merupakan penyakit hati yang dapat menjadikan orang tersebut menjadi serakah, tamak, rakus, iri hati, matrealistis serta sulit untuk membedakan antara hitam dan putih lagi dan mengkesampingkan nurani dan sisi moralitas.
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kecurangan antara lain ;
1.   Faktor ekonomi. Setiap berhak hidup layah dan membahagiakan dirinya. Terkadang untuk mewujudkan hal tersebut kita sebagai mahluk lemah, tempat salah dan dosa, sangat rentan sekali dengan hal – hal pintas dalam merealisasikan apa yang kita inginkan dan pikirkan. Menghalalkan segala cara untuk mencapai sebuah tujuan semu tanpa melihat orang lain disekelilingnya.
2.   Faktor Peradaban dan Kebudayaan sangat mempengaruhi dari sikapdan mentalitas individu yang terdapat didalamnya “system kebudayaan” meski terkadang halini tidak selalu mutlak. Keadilan dan kecurangan merupakan sikap mental yang membutuhkan keberanian dan sportifitas. Pergeseran moral saat ini memicu terjadinya pergeseran nurani hamper pada setiapindividu didalamnya sehingga sangat sulit sekali untuk menentukan dan bahkan menegakan keadilan.
3.   Teknis. Hal ini juga sangat dapat menentukan arah kebijakan bahkan keadilan itu sendiri. Terkadang untuk dapat bersikapadil,kita pun mengedepankan aspek perasaan atau kekeluargaan sehingga sangat sulit sekali untuk dilakukan. Atau bahkan mempertahankan keadilan kita sendiri harus bersikap salah dan berkata bohong agar tidak melukai perasaan orang lain. Dengan kata lian kita sebagai bangsa timur yang sangat sopan dan santun.
Keadilan dan kecurangaan atau ketidakadilan tidak akan dapat berjalan dalam waktu bersamaan karena kedua sangat bertolak belakang dan berseberangan.
Kesimpulan :
Memang terkadang manusia lupa akan tugasnya agar berlaku adil terhadap siapapun, padahal di dunia ini harus serba seimbang, adil tanpa membedakan yg satu dengan yang lain. Hak dan kewajiban yang di terima setiap manusia pun juga harus adil, jangan hanya karena memiliki kekuasaan jadi berlaku tidak adil. Di negara Indonesia ini masih banyak yang belum bisa berlaku adil, masih banyak yang terpengaruh oleh kekuasaan, kenikmatan dan sebagainya sehingga melupakan mana yang benar dan mana yang patut di salahkan. Cara untuk bersikap adil menurut saya harus di mulai dari diri sendiri dulu bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, kemudian jika ada sebuah masalah maka sebaiknya di lihat secara obyektif jangan subyektif.

0 komentar:

Posting Komentar