MANUSIA DAN KEADILAN
Dalam hidupdan
kehidupan, setiap manusia dalam melakukan aktifitasnya pasti pernah menemukan
perlakuan yang tidak adil atau bahkan sebaliknya, melakukan hal yang tidak
adil. Dimana pada setiap diri manusia pasti terdapat dorongan atau keinginan
untuk berbuat kebaikan “jujur”. Tetapi terkadang untuk melakukan kejujuran
sangatlah tidak mudah dan selalui dibenturkan oleh permasalahan – permasalahan
dan kendala yang dihadapinya yang kesemuanya disebabkan oleh berbagai sebab,
seperti keadaan atau situasi, permasalahan teknis hingga bahkan sikap moral.
Menurut
Aristoteles, keadilan dibedakan atas lima jenis.
1. KEADILAN DISTRIBUTIF
Keadilan
distributif ialah keadilan yang berhubungan dengan jasa, kemakmuran, atau
keberadaan menurut kerja, kemampuan, dan kondisi/keberadaan seseorang.
Misalnya, si A mempunyai tinggi badan 190 cm dengan berat badan 95 kg. Si B
memiliki tinggi badan 150 cm dengan berat badan 40 kg. Keadilan distributif
berarti membagi sesuai dengan apa yang pantas dengan kondisi dan keadaan orang
tersebut. Ukuran kain yang diperuntukkan guna menjahit setelan jas si A tentu
tidak sama dengan si B. Kendati pun si A kita beri kain yang lebih lebar dan
panjang dari si B, bukan berarti tindakan itu tidak adil. Contoh lain, Otniel
yang bergelar Doktor (S-3) dan Anhar yang buta huruf tidaklah mungkin digaji
sama ketika mereka bekerja pada satu intitusi yang sama. Dengan demikian,
keadilan distributif boleh juga dikatakan sebagai keadilan proporsional. Ukuran
keadilan di sini bukan terletak pada kesamaan gaji atau barang, tetapi sesuai
proporsinya. Keadilan ini sering dihubungkan dengan pemimpin dan orang yang
dipimpinnya.
2. KEADILAN KOMUTATIF
Keadilan
komutatif ialah keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima oleh
setiap orang tanpa melihat jasa seseorang. Keadilan ini boleh disebut keadilan
hak asasi, suatu keadilan yang secara alami dimiliki manusia. Misalnya, semua
orang berhak untuk hidup. Jikalau seseorang dengan atau tanpa sengaja merampas
hak hidup seseorang atau membatasi hak hidup seseorang, ia telah melanggar hak
orang lain dan bersalah menurut keadilan komutatif. Contoh lain, seseorang berhak
untuk menyatakan pendapat. Jika seseorang melarangnya untuk berpendapat atau
membatasi pendapat orang lain dengan mengintimidasi, berarti ia telah melanggar
hak asasi orang lain. Satu contoh lagi, setiap orang berhak untuk memeluk agama
yang diyakininya. Jika seseorang memperlakukan orang yang tidak seagama dengan
dia secara semena-mena, atau (bahkan) secara paksa dan kekerasan meniadakan hak
tersebut, ia telah bersalah dan bertindak tidak adil. Perusakan, penutupan, dan
pembakaran gedung ibadah merupakan bentuk kasar dari citra diri seseorang yang
tidak memiliki keadilan, apalagi kalau semua agama dalam negara itu mendapat
hak yang sama. Keadilan ini sangat penting untuk dihormati dan dijalankan.
Namun kenyataannya, keadilan ini semakin lama semakin tidak dihormati. Hak-hak
asasi manusia umumnya menyangkut hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga, hak
untuk beragama, hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk menyatakan pendapat,
dan hak untuk tidak boleh dihukum sebelum ada petunjuk atau bukti yang sah.
Dari keterangan ini dapat ditarik banyak sekali contoh yang lain yang dapat
dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
3. KEADILAN KODRAT ALAM
Keadilan kodrat
alam adalah keadilan yang bersumber pada hukum kodrat alam. Manusia yang hidup
di tepi pantai umumnya mendapat mata pencaharian dari hasil laut dan pantai,
juga hal-hal yang dapat bertumbuh kembang di sekitar pantai. Masyarakat yang
hidup di gunung akan mendapat pencaharian di sawah, ladang, dan hasil-hasil
gunung lainnya. Itu sudah menjadi kodrat alam. Papua memiliki kekayaan tambang
bumi, namun di sisi lain pertanian di sana tidak terlalu baik. Sedangkan di
Jawa, keadilan tampak dari masyarakatnya yang agraris, di mana sawah-sawah dan
hasil kebun lainnya merupakan mata pencaharian andalan. Namun, tambang bumi
seperti minyak bumi relatif kecil. Hal ini sudah menjadi keadilan alam.
Jika
diimplementasikan lebih jauh, sudah seharusnya masyarakat Papua, misalnya, juga
berhak mendapat porsi yang proporsional dari kekayaan alam Papua. Kekayaan alam
Papua harus juga ditujukan bagi masyarakat Papua, bukan hanya diambil semuanya
untuk orang luar Papua. Ini sudah kodrat alam. Keserakahan menyebabkan orang
mengeruk kekayaan bumi dari pulau tertentu tanpa mempedulikan untung untuk
penduduk asli yang tinggal di pulau itu.
4. KEADILAN KONVENSIONAL
Keadilan
konvensional adalah keadilan yang mengikuti warga negara sebab keadilan ini
didekritkan melalui suatu kekuasaan. Setiap warga negara berhak memperoleh
haknya sebagai warga negara. Sebagai contoh adalah pesta rakyat yang disebut
pemilu (pemilihan umum). Setiap warga negara berhak memilih dan dipilih. Setiap
warga negara berhak secara bebas untuk berserikat dengan partai atau golongan
yang cocok dan disukainya.
5. KEADILAN HUKUM
Menurut Prof.
Notonegoro, keadilan yang disebutkan oleh Aristoteles perlu ditambah dengan
keadilan legalitas atau keadilan hukum. Keadilan hukum boleh disebut keadilan
undang-undang karena keadilan ini berpegang pada undang-undang atau
aturan-aturan hukum yang berlaku. Seseorang yang melanggar aturan hukum atau
undang-undang dikenai hukuman atau denda sesuai dengan aturan undang-undang
atau hukum yang berlaku tersebut. Keadilan hukum ini memiliki tujuan untuk
mengatur tatanan dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga seseorang harus
mengakui dan memberlakukan manusia sesamanya sesuai dengan martabatnya tanpa
membeda-bedakan suku, ras, agama, keturunan, jenis kelamin, maupun kedudukan
sosial. Hal ini berarti seorang anggota masyarakat harus mengembangkan sikap
saling mengasihi dan menghormati, tenggang rasa atau tepa selira dan tidak
semena-mena terhadap anggota masyarakat yang lain. Dengan demikian dapat
dikatakan tujuan keadilan hukum adalah keadilan sosial.
Plato
mendefinisikan keadilan sebagai "the supreme virtue of the good
state" (kebajikan tertinggi dari negara yang baik). Sebuah negara dapat
diukur tingkat kebaikannya dari sudut bagaimana negara tersebut menjalankan
keadilan dan menata masyarakatnya sehingga berlaku adil. Orang yang adil
dikatakannya sebagai orang yang memiliki disiplin pribadi, di mana segala
perasaan hatinya dikendalikan oleh akal sehat ("the self disciplined man
whose passions are controled by reason").
Sebagai makhluk
sosial manusia tidak dapat dipisahkan dari keadilan dan kejujuran. Manusia
memiliki keinginan untuk berbuat adil, bersikap jujur, dan berusaha untuk tidak
berbuat kecurangan karena keadilan itu telah tertanam di hati nurani manusia.
Akan tetapi, karena dosa, hal tersebut merupakan keinginan manusia yang sering
diabaikan. Bahkan manusia tidak mampu berbuat adil dan jujur seratus persen.
Yang ada adalah kecurangan, tipu muslihat, pembalasan dendam, dan sikap tidak
peduli terhadap sesama asalkan ia berjalan sesuai dengan keinginannya sendiri
atau memperoleh keuntungan. Dengan demikian, terdapat kesenjangan antara
keinginan untuk berbuat baik dan adil dengan kenyataan dalam tindakan perbuatan
dalam hidupnya. Meskipun demikian, kesenjangan yang terjadi dapat pula
menimbulkan daya kreativitas manusia, yakni daya atau kemampuan untuk
menciptakan hasil-hasil seni, misalnya sastra, musik, drama, film, filsafat,
dan sebagainya. Dengan demikian, dalam kehidupan manusia banyak dijumpai karya
seni yang melukiskan keadilan, kejujuran, kecurangan, pemulihan nama baik, dan
pembalasan. Karya tersebut menjadi peringatan dan pelajaran bagi manusia
sehingga manusia menjadi manusiawi. Namun demikian, belenggu dosa menyebabkan
manusia tidak mampu melakukan seperti apa yang dilihatnya.
Dampak positif
dari keadilan itu sendiri dapat membuahkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi.
Karena ketika seseorang mendapat perlakuan yang tidak adil maka orang tersebut
akan mencoba untuk bertanya atau melalukan perlawanan “protes” dengan caranya
sendiri. Nah… cara itulah yang dapat menimbulkan kreatifitas dan seni tingkat
tinggi seperti demonstrasi, melukis, menulis dalam bentuk apabun hingga bahkan
membalasnya dengan berdusta dan melakukan kecurangan.
Keadilan adalah
pengakuan atas perbuatan yang seimbang, pengakuan secara kata dan sikap antara
hak dan kewajiban. Setiap dari kita “manusia” memiliki itu “hak dan kewajiban”,
dimana hak yang dituntut haruslah seimbang dengan kewajiban yang telah
dilakukan sehingga terjalin harmonisasi dalam perwujudan keadilan itu sendiri.
Keadilan pada
dasarnya merupakan sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap manusia dibumi ini dan
tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan. Menurut Aristoteles,
keadilan akan dapat terwujud jika hal – hal yang sama diperlakukan secara sama
dan sebaliknya, hal – hal yang tidak semestinya diperlakukan tidak semestinya
pula. Dimana keadilan memiliki cirri antara lain ; tidak memihak, seimbang dan
melihat segalanya sesuai dengan proporsinya baik secara hak dan kewajiban dan
sebanding dengan moralitas. Arti moralitas disini adalah sama antara perbuatan
yang dilakukan dan ganjaran yang diterimanya. Dengan kata lain keadilan itu
sendiri dapat bersifat hokum.
Keadilan itu
sendiri memiliki sifat yang bersebrangan dengan dusta atau kecurangan. Dimana
kecurangan sangat identik dengan perbuatan yang tidak baik dan tidak jujur.
Atau dengan kata lain apa yang dikatakan tidak sama dengan apa yang dilakukan.
Kecurangan pada
dasarnya merupakan penyakit hati yang dapat menjadikan orang tersebut menjadi
serakah, tamak, rakus, iri hati, matrealistis serta sulit untuk membedakan
antara hitam dan putih lagi dan mengkesampingkan nurani dan sisi moralitas.
Ada beberapa
faktor yang dapat menimbulkan kecurangan antara lain ;
1. Faktor ekonomi. Setiap berhak hidup layah
dan membahagiakan dirinya. Terkadang untuk mewujudkan hal tersebut kita sebagai
mahluk lemah, tempat salah dan dosa, sangat rentan sekali dengan hal – hal
pintas dalam merealisasikan apa yang kita inginkan dan pikirkan. Menghalalkan
segala cara untuk mencapai sebuah tujuan semu tanpa melihat orang lain
disekelilingnya.
2. Faktor Peradaban dan Kebudayaan sangat
mempengaruhi dari sikapdan mentalitas individu yang terdapat didalamnya “system
kebudayaan” meski terkadang halini tidak selalu mutlak. Keadilan dan kecurangan
merupakan sikap mental yang membutuhkan keberanian dan sportifitas. Pergeseran
moral saat ini memicu terjadinya pergeseran nurani hamper pada setiapindividu
didalamnya sehingga sangat sulit sekali untuk menentukan dan bahkan menegakan
keadilan.
3. Teknis. Hal ini juga sangat dapat menentukan
arah kebijakan bahkan keadilan itu sendiri. Terkadang untuk dapat
bersikapadil,kita pun mengedepankan aspek perasaan atau kekeluargaan sehingga
sangat sulit sekali untuk dilakukan. Atau bahkan mempertahankan keadilan kita
sendiri harus bersikap salah dan berkata bohong agar tidak melukai perasaan
orang lain. Dengan kata lian kita sebagai bangsa timur yang sangat sopan dan
santun.
Keadilan dan kecurangaan atau
ketidakadilan tidak akan dapat berjalan dalam waktu bersamaan karena kedua
sangat bertolak belakang dan berseberangan.
Kesimpulan :
Memang terkadang manusia lupa akan
tugasnya agar berlaku adil terhadap siapapun, padahal di dunia ini harus serba
seimbang, adil tanpa membedakan yg satu dengan yang lain. Hak dan kewajiban
yang di terima setiap manusia pun juga harus adil, jangan hanya karena memiliki
kekuasaan jadi berlaku tidak adil. Di negara Indonesia ini masih banyak yang
belum bisa berlaku adil, masih banyak yang terpengaruh oleh kekuasaan,
kenikmatan dan sebagainya sehingga melupakan mana yang benar dan mana yang
patut di salahkan. Cara untuk bersikap adil menurut saya harus di mulai dari
diri sendiri dulu bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, kemudian
jika ada sebuah masalah maka sebaiknya di lihat secara obyektif jangan subyektif.